Bondowoso, BERITANASIONAL.CO.ID – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bondowoso menggelar pleno rekapitulasi terbuka hasil perolehan suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati 2024 di Aula Hotel Palm, dimulai sejak 3 sampai 4 Desember 2024.
Pada rapat pleno perolehan suara Pilkada 2024 tingkat Kabupaten tersebut, Ketua KPU Bondowoso, Sudaedi, membacakan total perolehan suara untuk pemilihan calon Bupati dan Wakil Bupati Bondowoso.
Pasangan calon (Paslon), KH Abdul Hamid Wahid dan As’ad Yahya Safi’i (Rahmad) memperoleh suara 223.907. Sedangkan paslon Bambang Soekwanto dan Muhammad Baqir (Bagus) mendapatkan suara 212.295.
Sebelumnya, pada 18 September 2024 lalu, KPU Bondowoso telah menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilkada 2024 yakni pemilih laki-laki 290.862, dan pemilih perempuan sebanyak 310.271, total DPT 601.133.
Mengacu pada DPT Pilkada 2024 yang diumumkan KPU Bondowoso tersebut, masyarakat yang menggunakan hak pilihnya pada pemilihan Bupati Bondowoso 27 November kemarin sebanyak 447.158, dari total DPT 601.133. Ada sekitar 153.975 warga Bondowoso yang tidak mencoblos, (data berdasarkan D-Hasil KPU Kabupaten Bondowoso).
“Persentase partisipasi pemilih 74,7 persen” kata anggota KPU Bondowoso Divisi Parmas dan Sosdiklih, M. Makhsun, kepada lensanusantara.co.id, secara tertulis, Kamis (5/12/2024).
Selama tahapan Pilkada, KPU Bondowoso sudah maksimal mensosialisasikan pelaksanaan Pilkada kepada masyarakat dengan berbagai metode, seperti di sosial media, tatap muka langsung. Sosialisasi dilakukan baik ditingkat Kabupaten sampai ketingkat paling bawah melalui PPK dan PPS. Menyiarkan, mengajak masyarakat agar tidak golput dan datang ke TPS pada 27 November 2024.
Angka golput 153.975 bukan angka yang sedikit pada momen 5 tahunan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Bondowoso.
Lembaga Hukum dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Bondowoso, Ridwantoro, menilai masyarakat yang memilih golput pasti memiliki beragam alasan.
Ridwantoro mengatakan, penyebab warga tidak mencoblos diantaranya masyarakat cenderung lebih terikat dengan jadwal agraris atau aktivitas harian lainnya, seperti keterikatan bekerja atau lebih memilih bekerja, seperti masyarakat di pedesaan.
“Ini bisa jadi salah satu faktor masyarakat tidak mencoblos. Pemilihan dianggap bukan prioritas utama, apalagi jika TPSnya agak jauh dari tempat tinggalnya” ungkap dia.
Selain itu, kata Ridwantoro, bisa jadi masyarakat tidak mengenal langsung para Paslon dan atau tidak ada ketertarikan menyalurkan hak politiknya, sehingga memilih abstain.
“Sepanjang pengetahuan kami, tingkat partisipasi pemilih itu ada keterkaitan dengan beberapa hal” ucapnya.
Dia menyebut, perilaku pemilih dan preferensi (menganggap penting) politik, ini merupakan faktor penentu dalam partisipasi publik dalam Pilkada. Semakin tinggi kesadaran seseorang tentang seberapa penting suara mereka dalam mempengaruhi masa depan sebuah daerah, maka semakin tinggi pula kemungkinan keterlibatan seseorang untuk mencoblos.
Menurutnya, keterlibatan tokoh agama, tokoh masyarakat atau komunitas dibeberapa tempat yang tokoh-tokoh ini aktif mendorong agar masyarakat ikut berpartisipasi, biasanya angka keterlibatan masyarakat semakin baik.
“Semua tergantung kesadaran masyarakat sendiri, sejauh mana menganggap pemilihan ini penting. Nah ini juga bukan hanya tugas KPU saja yang mengajak, tapi keterlibatan elemen masyarakat sangat penting untuk ikut mendorong partisipasi pemilih agar memberikan hak suaranya” pungkas dia.(Yud)